
Pameran Seni Visual 200 Tahun Raden Saleh
'Ilusi-ilusi Nasionalisme'
JOGJA GALLERY
HARI SABTU, 18 AGUSTUS 2007
PUKUL 19.30 WIB
DIBUKA OLEH SARDONO W. KUSUMO
Berikut ini, perlu kami sampaikan kepada publik, hasil seleksi undangan terbuka berkarya untuk pameran seni visual 200 Tahun Raden Saleh - 'Ilusi-ilusi Nasionalisme', yang akan diselenggarakan di Jogja Gallery [JG], Yogyakarta, 18 Agustus - 9 September 2007. Undangan terbuka berkarya telah kami rilis sejak awal Juni 2007 lalu, dan telah masuk sebanyak 104 proposal dari 78 perupa dari seluruh Indonesia, dengan perincian Yogyakarta [27 proposal], Surabaya [6 proposal], Jawa Tengah [10], Semarang [4 proposal], Bandung [2], Banyuwangi [7 proposal], Malang [3 proposal], Probolinggo [3 proposal], Purwokerto [2 proposal], Sidoarjo [1 proposal], Pati [2 proposal], Pekalongan [2 proposal], Magelang [2 proposal], Bali [1 proposal], Mojokerto [2 proposal] dan tanpa alamat [2 proposal]. Menurut penilaian kurator [Mikke Susanto], yang berlaku sebagai penyeleksi proposal yang masuk, menyatakan ada 2 hal penting yang patut dicatat dalam proses seleksi kali ini yaitu pertama, masih banyak ditemukan kelemahan teknis dalam visual. Kedua, masih terlalu banyak gagasan klise dalam menangkap isu nasionalisme yang disodorkan dalam abstraksi kuratorial.
Jogja Gallery [JG] mengucapkan SELAMAT dan menyampaikan penghargaan atas partisipasi dan atensinya dalam pameran kali ini, kepada ke -12 perupa terpilih berikut,
Anang Asmara [Yogyakarta]
Ahmad Sobirin [Yogyakarta]
Dadi Setiyadi [Yogyakarta]
Deni Junaedi [Yogyakarta]
Ely Ezer [Banyuwangi]
Gusar Suryanto [Sidoarjo, Jawa Timur]
Imam Aabdillah [Yogyakarta]
I Made Wiguna Valasara [Yogyakarta]
Mulyo Gunarso [Yogyakarta]
Putut Wahyu Widodo [Semarang]
Riduan [Yogyakarta]
Rudi Winarso [Yogyakarta]
Yang akan mendampingi perupa undangan dalam pameran ini yaitu:
Abay D. Subarna, Agus Yulianto, AS. Kurnia, Astari Rasjid, Askanadi, Andy Wahono, Bambang Pramudiyanto, Bambang Sudarto, Budi Kustarto, Budi Ubrux, KH. D. Zawawi Imron, Denny 'Snod' Susanto, Dani Agus Yuniarta, Dyan Anggraini Hutomo, Doel AB, Eddy Sulistyo, Eddi Hara, Edo Pop, Eko Didyk 'Codit' Sukowati, Gatot Indrajati, Hanafi, Haris Purnomo, Heri Dono, Ivan Sagito, Melodia, Nana Tedja, Nanang Warsitho, Nurkholis, Pius Sigit Kuncoro, Pintor Sirait, R. Aas Rukasa, Rosid, Ronald Manulang, S. Teddy D, Samsul Arifin, Suraji, Suroso [Isur], Ugy Sugiarto, Willy Himawan, Wilman Syahnur, Yuswantoro Adi.
Abstrak Kuratorial
Pameran Seni Visual - 200 Tahun Raden Saleh [Pelopor Seni Lukis Modern Indonesia]
‘ILUSI-ILUSI NASIONALISME’
Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta / 18 Agustus - 9 September 2007
Raden Saleh dipercaya—dan dari sebagian besar data yang ada—lahir tahun 1807, tepat dua ratus tahun lalu. Ia tercatat lahir di Semarang Jawa Tengah dan kemudian melegenda menjadi pelukis perdana sekaligus pelopor seni lukis Indonesia . Jalan hidupnya sangat menarik, sebagai masyarakat biasa, pelukis istana Kerajaan Belanda dengan melakukan perjalanan ke beberapa negara selama bertahun-tahun, dan menjadi pelukis yang saat ini namanya tetap harum. Lukisan-lukisannya banyak menggambarkan suasana pemandangan, pertarungan binatang, potret para pembesar beberapa negara di Eropa dan di Indonesia, serta lukisan tentang perjuangan/ nasionalisme bangsa ini.
Perjalanan hidupnya yang sangat menarik tersebut, banyak mengilhami para perupa Indonesia . Selain dihormati karena kecerdasannya yang luar biasa, ia juga menjadi ikon seni Indonesia pertama yang berhasil mempengaruhi dan memperkenalkan bangsa ini kepada dunia luar. Wajar bila pada saat ini Raden Saleh kemudian dianggap menjadi kebanggaan bangsa. Ia, menurut peneliti Claire Holt, dianggap sebagai “ayah” bagi gerakan seni modern di Indonesia.
Salah satu lukisan yang hingga saat ini menjadi perbincangan dan sangat penting adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857). Lukisan ini sampai saat ini dipajang di Istana Presiden Republik Indonesia . Lukisan ini banyak memberi inspirasi bagi banyak pengamat, karena berbagai alasan. Alasan tersebut misalnya mempertentangkan sikap dan nasionalisme Raden Saleh terhadap bangsa Indonesia yang sedang terjajah. Mengapa sosok Diponegoro digambarkan sama tinggi dengan orang Belanda? Alasan lain adalah bahwa dalam lukisan ini selain secara tematik mengarah pada tema nasionalisme, tetapi juga memberi petunjuk bahwa segala keterampilan yang dimiliki Raden Saleh ditumpahkan dalam karya tersebut. Lihat saja tema lukisan pemandangan, binatang, potret para pembesar serta lukisan potret dirinya masuk dalam karya ini. Sehingga sangat layak seandainya lukisan ini kemudian dapat melahirkan berbagai gagasan mutakhir sampai saat ini.
Dalam pameran ini kami mengajak para perupa ternama Indonesia untuk secara khusus mencermati lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, bukan yang lain. Karena dengan lukisan ini semangat nasionalisme (oleh sebab itu pameran ini diselenggarakan pada bulan Agustus yang sakral bagi bangsa Indonesia ), hendak diuji kembali, dikaji kembali dalam bentuk apa saat ini nasionalisme tersebut berjalan. Dalam beberapa hal, lukisan Raden Saleh ini juga memuat misteri yang tidak saja visual, namun juga dapat melahirkan lagi misteri dan ilusi-ilusi tentang berhagai hal yang lain. Para perupa berhak mengajukan berbagai ilustrasinya mengenai lukisan ini. [Mikke Susanto]
'Ilusi-ilusi Nasionalisme'
JOGJA GALLERY
HARI SABTU, 18 AGUSTUS 2007
PUKUL 19.30 WIB
DIBUKA OLEH SARDONO W. KUSUMO
Berikut ini, perlu kami sampaikan kepada publik, hasil seleksi undangan terbuka berkarya untuk pameran seni visual 200 Tahun Raden Saleh - 'Ilusi-ilusi Nasionalisme', yang akan diselenggarakan di Jogja Gallery [JG], Yogyakarta, 18 Agustus - 9 September 2007. Undangan terbuka berkarya telah kami rilis sejak awal Juni 2007 lalu, dan telah masuk sebanyak 104 proposal dari 78 perupa dari seluruh Indonesia, dengan perincian Yogyakarta [27 proposal], Surabaya [6 proposal], Jawa Tengah [10], Semarang [4 proposal], Bandung [2], Banyuwangi [7 proposal], Malang [3 proposal], Probolinggo [3 proposal], Purwokerto [2 proposal], Sidoarjo [1 proposal], Pati [2 proposal], Pekalongan [2 proposal], Magelang [2 proposal], Bali [1 proposal], Mojokerto [2 proposal] dan tanpa alamat [2 proposal]. Menurut penilaian kurator [Mikke Susanto], yang berlaku sebagai penyeleksi proposal yang masuk, menyatakan ada 2 hal penting yang patut dicatat dalam proses seleksi kali ini yaitu pertama, masih banyak ditemukan kelemahan teknis dalam visual. Kedua, masih terlalu banyak gagasan klise dalam menangkap isu nasionalisme yang disodorkan dalam abstraksi kuratorial.
Jogja Gallery [JG] mengucapkan SELAMAT dan menyampaikan penghargaan atas partisipasi dan atensinya dalam pameran kali ini, kepada ke -12 perupa terpilih berikut,
Anang Asmara [Yogyakarta]
Ahmad Sobirin [Yogyakarta]
Dadi Setiyadi [Yogyakarta]
Deni Junaedi [Yogyakarta]
Ely Ezer [Banyuwangi]
Gusar Suryanto [Sidoarjo, Jawa Timur]
Imam Aabdillah [Yogyakarta]
I Made Wiguna Valasara [Yogyakarta]
Mulyo Gunarso [Yogyakarta]
Putut Wahyu Widodo [Semarang]
Riduan [Yogyakarta]
Rudi Winarso [Yogyakarta]
Yang akan mendampingi perupa undangan dalam pameran ini yaitu:
Abay D. Subarna, Agus Yulianto, AS. Kurnia, Astari Rasjid, Askanadi, Andy Wahono, Bambang Pramudiyanto, Bambang Sudarto, Budi Kustarto, Budi Ubrux, KH. D. Zawawi Imron, Denny 'Snod' Susanto, Dani Agus Yuniarta, Dyan Anggraini Hutomo, Doel AB, Eddy Sulistyo, Eddi Hara, Edo Pop, Eko Didyk 'Codit' Sukowati, Gatot Indrajati, Hanafi, Haris Purnomo, Heri Dono, Ivan Sagito, Melodia, Nana Tedja, Nanang Warsitho, Nurkholis, Pius Sigit Kuncoro, Pintor Sirait, R. Aas Rukasa, Rosid, Ronald Manulang, S. Teddy D, Samsul Arifin, Suraji, Suroso [Isur], Ugy Sugiarto, Willy Himawan, Wilman Syahnur, Yuswantoro Adi.
Abstrak Kuratorial
Pameran Seni Visual - 200 Tahun Raden Saleh [Pelopor Seni Lukis Modern Indonesia]
‘ILUSI-ILUSI NASIONALISME’
Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta / 18 Agustus - 9 September 2007
Raden Saleh dipercaya—dan dari sebagian besar data yang ada—lahir tahun 1807, tepat dua ratus tahun lalu. Ia tercatat lahir di Semarang Jawa Tengah dan kemudian melegenda menjadi pelukis perdana sekaligus pelopor seni lukis Indonesia . Jalan hidupnya sangat menarik, sebagai masyarakat biasa, pelukis istana Kerajaan Belanda dengan melakukan perjalanan ke beberapa negara selama bertahun-tahun, dan menjadi pelukis yang saat ini namanya tetap harum. Lukisan-lukisannya banyak menggambarkan suasana pemandangan, pertarungan binatang, potret para pembesar beberapa negara di Eropa dan di Indonesia, serta lukisan tentang perjuangan/ nasionalisme bangsa ini.
Perjalanan hidupnya yang sangat menarik tersebut, banyak mengilhami para perupa Indonesia . Selain dihormati karena kecerdasannya yang luar biasa, ia juga menjadi ikon seni Indonesia pertama yang berhasil mempengaruhi dan memperkenalkan bangsa ini kepada dunia luar. Wajar bila pada saat ini Raden Saleh kemudian dianggap menjadi kebanggaan bangsa. Ia, menurut peneliti Claire Holt, dianggap sebagai “ayah” bagi gerakan seni modern di Indonesia.
Salah satu lukisan yang hingga saat ini menjadi perbincangan dan sangat penting adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857). Lukisan ini sampai saat ini dipajang di Istana Presiden Republik Indonesia . Lukisan ini banyak memberi inspirasi bagi banyak pengamat, karena berbagai alasan. Alasan tersebut misalnya mempertentangkan sikap dan nasionalisme Raden Saleh terhadap bangsa Indonesia yang sedang terjajah. Mengapa sosok Diponegoro digambarkan sama tinggi dengan orang Belanda? Alasan lain adalah bahwa dalam lukisan ini selain secara tematik mengarah pada tema nasionalisme, tetapi juga memberi petunjuk bahwa segala keterampilan yang dimiliki Raden Saleh ditumpahkan dalam karya tersebut. Lihat saja tema lukisan pemandangan, binatang, potret para pembesar serta lukisan potret dirinya masuk dalam karya ini. Sehingga sangat layak seandainya lukisan ini kemudian dapat melahirkan berbagai gagasan mutakhir sampai saat ini.
Dalam pameran ini kami mengajak para perupa ternama Indonesia untuk secara khusus mencermati lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, bukan yang lain. Karena dengan lukisan ini semangat nasionalisme (oleh sebab itu pameran ini diselenggarakan pada bulan Agustus yang sakral bagi bangsa Indonesia ), hendak diuji kembali, dikaji kembali dalam bentuk apa saat ini nasionalisme tersebut berjalan. Dalam beberapa hal, lukisan Raden Saleh ini juga memuat misteri yang tidak saja visual, namun juga dapat melahirkan lagi misteri dan ilusi-ilusi tentang berhagai hal yang lain. Para perupa berhak mengajukan berbagai ilustrasinya mengenai lukisan ini. [Mikke Susanto]