Kamis, 08 Mei 2008

Tertangkapnya Raden Saleh


(Refleksi Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh)

"Lukisan berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh (1807-1880) menyimpan sejumlah tanda tanya. Lukisan ini diselesaikan tahun 1857, hampir 30 tahun setelah perang Diponegoro berakhir pada 1830. Lukisan berukuran kecil ini (100 x 150 cm) tidak orisinal karena merupakan salinan (dengan perubahan) lukisan J.W. Pieneman dengan judul dan ukuran yang kurang lebih sama. Lukisan Pieneman yang disontek dibuat beberapa tahun setelah perang Diponegoro berakhir sebagai catatan peristiwa penting dalam sejarah administrasi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Penangkapan Pangeran Diponegoro terkategori peristiwa besar karena Perang Diponegoro merupakan perang yang sulit, mahal dan lama (1825-1830)".
(Jim Supangkat, Raden Saleh dan Revolusi 1848, 1000 Tahun Nusantara/Editor, J.B.Kristanto.-Jakarta: Kompas, 2000, hlm. 585).

Uraian di atas merupakan tinjauan kritis terhadap sejarah seni rupa modern Indonesia dan latar belakang yang mempengaruhinya, Raden Saleh berhadapan dengan J.W. Pieneman sebagai perupa dan Pangeran Diponegoro (bersama kerabat dan pasukan pengikutnya) sebagai tokoh yang mengilhami karya mereka dalam konteks masa pendudukan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang diwakili Jenderal De Kock dan prajurit perwiranya.

Seperti kita ketahui, Raden Saleh dengan pandangan patriotik dan pengaruh romantisme yang mulai berkembang di Eropa pada masanya, berusaha melawan lewat pemberontakan dan kritikan lewat karya Penangkapan Pangeran Diponegoro tersebut, di mana karakter dan setting tokoh-tokoh perjuangan dalam karya Pieneman (sebagai pelukis dokumenter, Pieneman menggambarkan obyek figur dengan kaku dan bersifat resmi) direvisi oleh Raden Saleh (Dijiwai oleh suasana kesedihan dan drama, di dalamnya sikap keras para perwira Belanda itu kelihatan begitu tajamnya bertentangan dengan wajah-wajah sendu yang terpancar dari pengikut Diponegoro). Bertolak dengan karya yang lain, dalam lukisan ini anatomi pihak Belanda dikerdilkan. Tidak tanggung-tanggung, Raden Saleh juga memasukkan dirinya di dalam lukisan itu: pertama, berdiri menunduk dan dengan sikap penuh takzim di hadapan Pangeran; dan, kedua, sebagai salah seorang pengikut Diponegoro, dengan muka penuh kecemasan, menatap ke depan. Hebatnya lagi, karya tersebut dihadiahkan kepada Raja Willem III - suatu sikap perlawanan yang sangat efisien, langsung ke pusat pemerintahan Kolonial !

Dalam karya Tertangkapnya Raden Saleh ini, saya berusaha mempertemukan tokoh-tokoh pelaku peristiwa sejarah besar Perang Jawa, sambil berusaha “menangkap” ideologi perlawanan Raden Saleh..

Dalam setting imajiner saya, Raja Willem III terusik dengan hadiah dari Raden Saleh tersebut, maka dibuatlah rekonstruksi yang melibatkan tokoh-tokoh tersebut, dipanggillah Pieneman, De Kock dan Raden Saleh, Pangeran Diponegoro juga dijemput dari Port Rotterdam Makassar, mereka kemudian berbondong-bondong menuju Magelang (waktu itu belum menjadi kota kolektor), mungkin kejadian tersebut dilakukan setelah tahun 1857, setelah lukisan tersebut jadi dan dihadiahkan ke Raja Willem III. Ah tidak mungkin ! Pangeran Diponegoro berpulang pada tanggal 8 Januari 1855 dalam pembuangan. Jadi siapa yang mewakili Pangeran Diponegoro dalam acara rekonstruksi tersebut ?
Atau, ini mungkin lebih rasional, acara tersebut terjadi setelah kepulangan Raden Saleh dari Perancis sekitar tahun 1851 (Tahun 1852 & 1857 Raden Saleh pulang ke Jawa) sampai sebelum Pangeran Diponegoro meninggal dunia (1855). Jadi ide acara rekronstruksi tersebut datang dari De Kock-karena masih mencurigai Raden Saleh (Raden Saleh berusaha melarikan diri ke Jerman, setelah beliau dikirim ke Belanda lalu Perancis di tengah berkecamuknya Perang Jawa), atau ide Raden Saleh sendiri atas persetujuan penguasa kolonial.
Semua berkumpul (dan Raja Willem III tidak tahu-menahu, karena memang dia tidak diberitahu), termasuk Pangeran Diponegoro. Beliau memperhatikan sketsa Raden Saleh (Dalam sketsa ini Raden Saleh menggambarkan Pangeran Diponegoro bertolak pinggang sambil menenangkan istrinya yag bersujud di lututnya), dan Pieneman harap-harap cemas menyaksikan adegan tersebut. Dia sadar sebagai pelukis pemerintah berhadapan dengan Pangeran Diponegoro yang melegenda tersebut, dan di sebelahnya berdiri seniornya, setelah lebih dari 22 tahun memperdalam seni lukis di Eropa, tujuh tahun terakhir tinggal di negara revolusioner (Revolusi Perancis II terjadi tahun 1848). Dan Jenderal De Kock berusaha berargumen mengenai sketsa tersebut, dia berusaha menjelaskan sesuatu terhadap Pangeran, tapi dalam moment ini De Kock kalah wibawa dengan Pangeran, apa pun alasannya De Kock telah menangkap Pangeran Diponegoro dengan bantuan Kolonel Jean Baptista Cleerens dengan cara tidak terpuji, tidak ksatria dan licik. (Dr. Peter Carey, Asal Usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy& Lukisan Raden Saleh, Yogyakarta:LKiS, 2001, hlm. 158). Meskipun sebagai penguasa, dia merasa gusar dalam situasi ini, dalam satu sisi dia bersebelahan dengan tawanan yang masih dianggap sebagai pemimpin rakyatnya, di sisi lain dia harus mengawasi sekaligus bertugas mengantar Raden Saleh, bagaimanapun Raden Saleh masih tercatat sebagai pelukis istana Kerajaan Belanda.

Saya membayangkan, betapa harunya pertemuan dua tokoh yang penuh pengabdian tersebut, Pangeran Diponegoro secara frontal melawan kolonial dan akhirnya tertangkap, dan Raden Saleh berjuang lewat lukisannya di induknya kolonial, dan juga "tertangkap".

Sekarang, sudah seratus lima puluh tahun usia lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, dan selama itu pula Raden Saleh sudah secara terang-terangan dan terbuka menunjukkan nasionalisme lewat karya-karyanya..

Rudi Winarso, S.Sn.

Karya : Rudi Winarso, S.Sn.
Judul : Tertangkapnya Raden Saleh
Ukuran : 150 x 200 cm
Media : Oil on Canvas
Tahun : 2001

Pameran Seni Visual 200 Tahun Raden Saleh 'Ilusi-ilusi Nasionalisme'


Pameran Seni Visual 200 Tahun Raden Saleh
'Ilusi-ilusi Nasionalisme'

JOGJA GALLERY
HARI SABTU, 18 AGUSTUS 2007
PUKUL 19.30 WIB
DIBUKA OLEH SARDONO W. KUSUMO

Berikut ini, perlu kami sampaikan kepada publik, hasil seleksi undangan terbuka berkarya untuk pameran seni visual 200 Tahun Raden Saleh - 'Ilusi-ilusi Nasionalisme', yang akan diselenggarakan di Jogja Gallery [JG], Yogyakarta, 18 Agustus - 9 September 2007. Undangan terbuka berkarya telah kami rilis sejak awal Juni 2007 lalu, dan telah masuk sebanyak 104 proposal dari 78 perupa dari seluruh Indonesia, dengan perincian Yogyakarta [27 proposal], Surabaya [6 proposal], Jawa Tengah [10], Semarang [4 proposal], Bandung [2], Banyuwangi [7 proposal], Malang [3 proposal], Probolinggo [3 proposal], Purwokerto [2 proposal], Sidoarjo [1 proposal], Pati [2 proposal], Pekalongan [2 proposal], Magelang [2 proposal], Bali [1 proposal], Mojokerto [2 proposal] dan tanpa alamat [2 proposal]. Menurut penilaian kurator [Mikke Susanto], yang berlaku sebagai penyeleksi proposal yang masuk, menyatakan ada 2 hal penting yang patut dicatat dalam proses seleksi kali ini yaitu pertama, masih banyak ditemukan kelemahan teknis dalam visual. Kedua, masih terlalu banyak gagasan klise dalam menangkap isu nasionalisme yang disodorkan dalam abstraksi kuratorial.

Jogja Gallery [JG] mengucapkan SELAMAT dan menyampaikan penghargaan atas partisipasi dan atensinya dalam pameran kali ini, kepada ke -12 perupa terpilih berikut,
Anang Asmara [Yogyakarta]
Ahmad Sobirin [Yogyakarta]
Dadi Setiyadi [Yogyakarta]
Deni Junaedi [Yogyakarta]
Ely Ezer [Banyuwangi]
Gusar Suryanto [Sidoarjo, Jawa Timur]
Imam Aabdillah [Yogyakarta]
I Made Wiguna Valasara [Yogyakarta]
Mulyo Gunarso [Yogyakarta]
Putut Wahyu Widodo [Semarang]
Riduan [Yogyakarta]
Rudi Winarso [Yogyakarta]

Yang akan mendampingi perupa undangan dalam pameran ini yaitu:
Abay D. Subarna, Agus Yulianto, AS. Kurnia, Astari Rasjid, Askanadi, Andy Wahono, Bambang Pramudiyanto, Bambang Sudarto, Budi Kustarto, Budi Ubrux, KH. D. Zawawi Imron, Denny 'Snod' Susanto, Dani Agus Yuniarta, Dyan Anggraini Hutomo, Doel AB, Eddy Sulistyo, Eddi Hara, Edo Pop, Eko Didyk 'Codit' Sukowati, Gatot Indrajati, Hanafi, Haris Purnomo, Heri Dono, Ivan Sagito, Melodia, Nana Tedja, Nanang Warsitho, Nurkholis, Pius Sigit Kuncoro, Pintor Sirait, R. Aas Rukasa, Rosid, Ronald Manulang, S. Teddy D, Samsul Arifin, Suraji, Suroso [Isur], Ugy Sugiarto, Willy Himawan, Wilman Syahnur, Yuswantoro Adi.


Abstrak Kuratorial

Pameran Seni Visual - 200 Tahun Raden Saleh [Pelopor Seni Lukis Modern Indonesia]

‘ILUSI-ILUSI NASIONALISME’

Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta / 18 Agustus - 9 September 2007



Raden Saleh dipercaya—dan dari sebagian besar data yang ada—lahir tahun 1807, tepat dua ratus tahun lalu. Ia tercatat lahir di Semarang Jawa Tengah dan kemudian melegenda menjadi pelukis perdana sekaligus pelopor seni lukis Indonesia . Jalan hidupnya sangat menarik, sebagai masyarakat biasa, pelukis istana Kerajaan Belanda dengan melakukan perjalanan ke beberapa negara selama bertahun-tahun, dan menjadi pelukis yang saat ini namanya tetap harum. Lukisan-lukisannya banyak menggambarkan suasana pemandangan, pertarungan binatang, potret para pembesar beberapa negara di Eropa dan di Indonesia, serta lukisan tentang perjuangan/ nasionalisme bangsa ini.

Perjalanan hidupnya yang sangat menarik tersebut, banyak mengilhami para perupa Indonesia . Selain dihormati karena kecerdasannya yang luar biasa, ia juga menjadi ikon seni Indonesia pertama yang berhasil mempengaruhi dan memperkenalkan bangsa ini kepada dunia luar. Wajar bila pada saat ini Raden Saleh kemudian dianggap menjadi kebanggaan bangsa. Ia, menurut peneliti Claire Holt, dianggap sebagai “ayah” bagi gerakan seni modern di Indonesia.

Salah satu lukisan yang hingga saat ini menjadi perbincangan dan sangat penting adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857). Lukisan ini sampai saat ini dipajang di Istana Presiden Republik Indonesia . Lukisan ini banyak memberi inspirasi bagi banyak pengamat, karena berbagai alasan. Alasan tersebut misalnya mempertentangkan sikap dan nasionalisme Raden Saleh terhadap bangsa Indonesia yang sedang terjajah. Mengapa sosok Diponegoro digambarkan sama tinggi dengan orang Belanda? Alasan lain adalah bahwa dalam lukisan ini selain secara tematik mengarah pada tema nasionalisme, tetapi juga memberi petunjuk bahwa segala keterampilan yang dimiliki Raden Saleh ditumpahkan dalam karya tersebut. Lihat saja tema lukisan pemandangan, binatang, potret para pembesar serta lukisan potret dirinya masuk dalam karya ini. Sehingga sangat layak seandainya lukisan ini kemudian dapat melahirkan berbagai gagasan mutakhir sampai saat ini.
Dalam pameran ini kami mengajak para perupa ternama Indonesia untuk secara khusus mencermati lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, bukan yang lain. Karena dengan lukisan ini semangat nasionalisme (oleh sebab itu pameran ini diselenggarakan pada bulan Agustus yang sakral bagi bangsa Indonesia ), hendak diuji kembali, dikaji kembali dalam bentuk apa saat ini nasionalisme tersebut berjalan. Dalam beberapa hal, lukisan Raden Saleh ini juga memuat misteri yang tidak saja visual, namun juga dapat melahirkan lagi misteri dan ilusi-ilusi tentang berhagai hal yang lain. Para perupa berhak mengajukan berbagai ilustrasinya mengenai lukisan ini. [Mikke Susanto]